Pengkhianatan. Dalam pemahamanku, lebih kurang memiliki arti sebagai adanya dua pihak yang seakan satu jalan tetapi ternyata salah satu memilih jalan lain. Picik, namun acap kali dilaksanakan dengan rapih. Jahat, namun di banyak waktu memang dimainkan dengan apik.
Beberapa secara gamblang bahkan menggunakan kosa kata jahat ini: munafik. Pengkhianatan itu luas. Ia dapat merangkul siapa saja; persahabatan, cinta, pekerjaan, sampai urusan moral. Atau bahkan yang lebih menyeramkan; pengkhianatan pada diri sendiri. Aku adalah bentukan yang akan paling mengutuk pengkhianatan pada moral dan diri sendiri. Terlebih jika keduanya digabungkan, mengkhianati moral demi eksistensi diri. Untukku, itu memalukan. "Hentikan segala sesuatu yang merusak integritas!" - ucap seseorang yang saban hari menitipkan tanda tangannya "Indonesia kekurangan pemuda jujur!" - menjadi tulisan pada laman profile seseorang yang setiap ujian berdiskusi dengan teman "Berantas korupsi!" - diteriakkan oleh seseorang yang membuka handphonenya ketika ujian Kamu tau, seandainya integritas dapat hidup dan berbicara, apa yang akan dikatakannya; ketika melihatmu mengelu-elukan namanya dengan lantang, tapi tidak menerapkannya dalam hari-harimu? Kamu mengkhianati integritas. Kamu mengkhianati moral dan dirimu sendiri. Dengan ini aku berdoa, supaya kamu-kamu yang dengan berani menghardik bahwa suatu golongan tidak berintegritas, bahkan lebih jauh lagi menyatakan bahwa suatu golongan (yang bahkan kehadirannya belum ada) sebagai golongan tidak berintegritas, adalah sekelompok orang yang sangat berintegritas di setiap kegiatannya. Semoga kamu yang melakukan hal-hal tersebut, bukanlah orang yang sedang berkhianat pada integritas; integritasmu sendiri.
0 Comments
Orang bisa berpikir sumber kejahatan itu bermacam-macam; kesempatan, terdesak, kebutuhan. Bagiku; kesadaran. Kejahatan paling jahat dilakukan dalam sadar. Sadar dia tidak terdesak, sadar sebaliknya dia berkesempatan untuk tidak, sadar dia tidak butuh; tapi dengan sadar pula dia melakukannya.
Ini bukan tentang pertikaian, pembunuhan, genosida. Ini tentang kejahatan batin. Perilaku, akal, rasa. Kamu kira sejauh apa ketiganya dapat terjahati... lalu terlupakan? Harimaumu mungkin tidak akan jinak dengan sendirinya, sebelum sang pawang mengerti sudah berapa banyak korban yang jatuh akibat terkamannya. Harimaumu mungkin tidak akan paham dia itu buas dengan sendirinya, sebelum sang pawang menyadari sudah berapa banyak pihak yang diam-diam tidak ingin terlibat jauh bersamanya. Harimaumu tidak akan pernah paham dia jahat, sebelum sang pawang mengakuinya terlebih dahulu. Pemikiran silih berganti, terperbaharui. Akal berkembang, melupakan tapi menyesuaikan. Tapi rasa, selalu ada, akan selalu ingat. Termaafkan tidak melulu bersinonim dengan terlupakan. Dan termaafkan tidak melulu berarti berhenti terpedulikan. Maka tolong, berbaik sebelum ada yang merasa harus memaafkan. Kamu lebih daripada harimaumu saat ini. Untuk garis waktu yang lain;
Dari yang tidak tahu-menahu apa yang sedang terjadi. Mengenai kelambu-kelambu yang kian pekat mengekang kemanusiaan. Gejolak amarah yang hadir, tapi sang empunya alpa dengan mengatasnamakan apa-apa yang terlalu sakral. Di sudut lain, para maha merasa tahu segala coba hadir membawa sejuk. Sembari meniadakan apa yang sepatutnya tidak, bombardir logika dengan logika lainnya yang sama krisis. Sadar kah memang ada sesuatu di luar gapaian akalmu, akalku, akal kita. Sesuatu yang dibentengi batas bertanya kenapa. Karena sebuah karena ada matinya. Dan memaksakan sebuah karena hanya mematikan pikiran kritismu, sayang. Berlatih untuk menerima. Egomu menyiakan eksistensi dambaanmu itu. Secara teori, peradaban wajarnya tumbuh sebanding dengan kecerdasan. Sadar tanpa sadar, kebodohan nyatanya justru tumbuh dua banding satu. Keserakahan, keingindinomorsatukan, ketidakinginanditolak, kegilaandidengar. Alphabet demi alphabet hingga membangun frasa. Frasa demi frasa hingga membangun cerminan kebencian dalam ruang fantasimu sendiri. Kamu cipta sendiri, kamu tuang sendiri. Kamu besarkan sendiri. Mengkonstruksi sebuah imaji berkedok toleransi, dengan pondasi hardik saling hardik tapi menolak dibilang tidak menyukai. Menyalahkan karena sebelumnya merasa disalahkan. Bisa kah sudah saja hentikan merasa apa pun untuk kemudian mengadu dengan berisik pada khalayak. Kecuali kapasitas akalmu memang sudah beribu kali umumnya. Susunan kata beribu emoji pemberian umummu itu, muak aku. Pikirmu dengan mengata-ngatai yang menurutmu salah akan membuatmu apa? Akan membuatmu sebanding tak berbeda. Terlebih opinimu itu bukan ukuran konkret atas benar salah. Berhenti menjinjing toleransi jika intisari omonganmu hanya keengganan mengakui apa yang kamu selama ini yakini. Batinmu saja tidak bisa mentolerir ego untuk mendapat gelar pemikir terbuka dibanding berdiam dan tidak memperkeruh suasana. Lakukan saja hal baik, itu bukti yang jauh lebih efektif daripada mencoba berkata hal baik. Yang pada akhirnya tidak baik-baik amat. (tapi kamu menulis ini apa bedanya?) Biar saja, ini blog pribadiku. Aku kesal dengan isi timeline lineku. |
PutiaTidak akan bosan menonton Captain Tsubasa sampai umur 73 tahun, ingin bersahabat dengan Shingo Aoi. Archives
December 2018
Categories |